KALIANDA – Dalam sebuah unjuk rasa virtual yang sangat dramatis, Ketua Askab PSSI Lampung Selatan, Wawan Nur Ikhsan, baru-baru ini mengungkapkan bahwa dana pembinaan sepak bola untuk tahun 2025 adalah angka yang sangat fantastis: Rp5 juta. Ya, Anda tidak salah baca. Lima juta rupiah. Untuk seluruh cabang sepak bola di sebuah kabupaten.
“Dengan dana Rp5 juta, bagaimana sepak bola bisa berkembang? Untuk beli bola latihan saja tidak cukup. Ini bukan soal prestasi semata, tapi soal keberlangsungan pembinaan. Kalau seperti ini, jelas sepak bola dibiarkan mati perlahan,” tegas Wawan di kediamannya, Senin (22/12/2025), sambil mungkin membayangkan bisa beli tiga bola bagus, atau satu set seragam untuk setengah tim.
Ironisnya, olahraga yang katanya paling banyak pemain dan klubnya ini justru dapat jatah yang bisa habis untuk konsumsi rapat satu kali. Padahal, seperti diungkapkan Wawan, sepak bola butuh pembinaan dari anak-anak sampai dewasa.
“Kami menggelar liga SSB kelompok usia 12 di Kecamatan Jatiagung oleh Exco Lina Suntoro dengan biaya mandiri. Artinya, tanpa dukungan pun kami tetap bekerja. Tapi sampai kapan pembinaan harus mengandalkan urunan dan pengorbanan pengurus?” tanyanya.
Lebih lucu lagi, Wawan menyebut total anggaran KONI Lampung Selatan tahun ini sekitar Rp800 juta. “Kalau diasumsikan dibagi rata kepada 26 cabor aktif, kita ambil angka kasar, itu baru sekitar Rp150 juta. Lalu sisa anggaran ratusan juta itu ke mana? Tidak pernah ada penjelasan terbuka. Di sinilah transparansi yang katanya dijunjung tinggi itu patut dipertanyakan,” katanya dengan nada keras, seolah baru menyadari bahwa matematika dasar saja sudah mencurigakan.
Wawan pun berandai-andai tentang tata kelola yang ideal. “Kalau olahraga mau maju, pengurusnya harus jujur dan transparan. Minimal ada rapat, ada dialog, ada penjelasan dasar perhitungan. Jangan tiba-tiba dana turun di akhir tahun, jumlahnya kecil, tanpa kejelasan apa pun,” tegasnya.
Tak ketinggalan, ia menyindir tidak diadakannya Porkab sepak bola. “Porkab sepak bola saja tidak digelar. Ini bukti nyata bahwa sepak bola seperti tidak dianggap. Padahal kompetisi adalah jantung pembinaan prestasi. Tanpa kompetisi, jangan bermimpi bicara prestasi,” ujarnya. Intinya, bagaimana mau punya striker andalan kalau event seleksinya cuma diimajinasikan?
Di akhir monolognya yang pedas, Wawan menyimpulkan dengan kalimat pamungkas. “Moto transparansi yang sering disampaikan Ketua KONI saat ini, menurut kami hanya omong kosong. Faktanya, tidak ada keterbukaan. Kami tidak menuntut berlebihan, kami hanya ingin keadilan, kejelasan, dan keterbukaan. Sepak bola ini milik masyarakat Lampung Selatan dan sudah seharusnya mendapatkan perhatian yang layak,” pungkasnya.
Mengenai hal itu, Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Lampung Selatan, Zulhaidir memberikan penjelasan terkait anggaran dan tantangan dalam persiapan menghadapi Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) serta Pekan Olahraga Kabupaten (Porkab).
Berdasarkan data yang diterima dari kepengurusan sebelumnya, alokasi dana untuk 32 cabang olahraga (cabor) bervariasi, dengan besaran paling tinggi Rp9 juta dan paling rendah Rp1 juta per cabor. Total anggaran awal yang diemban pihaknya adalah Rp1,2 miliar.
"Betul awalnya ada Rp800 juta yang saya dengar. Tapi anggaran Rp1,2 miliar itu terkena refocusing dan dipotong Rp200 juta, jadi Rp1 miliar. Dari Rp1 miliar itu, dipotong lagi Rp200 juta, sehingga menjadi Rp800 juta," jelas Zulhaidir, lewat telfon WhatsAppnya.
Ia menegaskan bahwa data perencanaan anggaran yang sedang berjalan ia terima dalam keadaan sudah jadi dari ketua lama, dan tugasnya adalah melanjutkan proses tersebut. Penyusunan anggaran untuk tahun 2025 telah dilakukan di 2024, sedangkan untuk tahun 2026 masih dalam proses perencanaan.
Lebih lanjut, Ketua KONI bilang bahwa anggaran yang tersedia tidak hanya diperuntukkan bagi cabang olahraga.
"Anggaran itu bukan hanya untuk cabor saja. Peruntukan untuk cabor sekitar Rp130 juta. Untuk Porkab anggarannya Rp210 juta. Lalu ada pembinaan di kecamatan sebesar Rp42 juta, di mana setiap kecamatan mendapat Rp2,5 juta," ujarnya.
Selain itu, dana juga dialokasikan untuk keperluan lain seperti seragam, pemberian honorium dan baju untuk pengurus, honor ketua yang berkisar Rp1,7 juta hingga Rp2,7 juta, serta operasional kantor termasuk gaji staf, wifi, dan kebutuhan administrasi lainnya.
Sementara untuk urusan penyelenggaraan Pekan Olahraga Kabupaten (Porkab), kata dia lagi-lagi terkendala anggaran, itu juga yang jadi masalah utama. Dengan alokasi dana sebesar Rp210 juta, pihaknya mengaku tidak bisa berbuat maksimal.
"Dengan anggaran segitu, kita hanya bisa ikut sertakan 9 cabang olahraga," katanya.
Proses seleksi cabang olahraga yang diikutsertakan mempertimbangkan beberapa faktor. Pertama, kemampuan finansial cabang olahraga tersebut untuk melaksanakan kegiatan. Sebagai contoh, PSSI Kabupaten sudah ditawarkan namun menyatakan tidak sanggup. Kedua, faktor waktu pelaksanaan.
"Kita lihat dari efisiensi waktu juga. Contohnya seperti catur yang bisa dilaksanakan dalam 2 hari. Pemilihan cabor mempertimbangkan efisiensi waktu karena minimnya anggaran," pungkasnya.
Sekarang, mari kita renungkan bersama, dengan Rp5 juta, lebih baik dibelikan apa untuk pembinaan sepak bola? Bola? Tiang gawang portable? Atau sekalian saja diinvestasikan dalam bentuk kue pisang untuk dijual lagi? Pilihan ada di tangan kita. Eh, maksudnya, di tangan KONI. (*)
